6.17.2008

Kaburnya Pengertian Gratis dalam Politik

Oleh Any Rufaidah

PENDIDIKAN gratis hampir selalu menjadi topik menarik dalam kampanye politik calon kepala daerah di berbagai wilayah. Topik ini terbukti menjadi jurus ampuh bagi pemenangan Pilkada. Di Banyuwangi misalnya, Ratna Ani Lestari, bupati yang diusung oleh partai non-parlemen berhasil menang karena mengambil isu pendidikan dan kesehatan gratis dalam kampanyenya. Terlepas dari apapun faktor lainnya, terbukti suara di masyarakat mengatakan kemenangan tersebut adalah hasil dari isu kampanye yang ia ambil. Di daerah-daerah lain juga banyak contoh yang sama.


Pengusungan isu pelayanan gratis dalam politik memang sah-sah saja. Tetapi yang menjadi soal selanjutnya adalah kaburnya definisi gratis.

Beberapa waktu lalu, dalam diskusi dwi mingguan yang diadakan Averroes Community bekerja sama dengan RRI Malang menemukan bahwa definisi gratis dalam politik sangat kabur. Ada perbedaan pengertian gratis pada saat masa kampanye dengan masa pemerintahan. Dalam pendidikan misalnya, pada masa pemerintahan kepala daerah baru, yang dimaksud gratis ternyata tidak seluruh biaya seperti yang diartikan pada masa Pilkada. Yang gratis bisa jadi hanya SPP bagi siswa tidak mampu atau biaya administrasi tertentu.

Dalam hemat saya, hal ini adalah problem bagi perpolitikan di Indonesia. Para politisi seringkali menggunakan pengertian-pengertian yang sifatnya sangat interpretatif (standart ganda). Pada masa kampanye, pengertian gratis berarti bebas dari semua biaya, tetapi setelah jadi kepala daerah definisi tersebut diubah sesuai kehendak pemerintahannya. Konsekuensinya masyarakat lah yang dirugikan. (Malang, 18 Juni 2008).


No comments: