6.23.2008

Kualitas Gizi Indonesia

Oleh Any Rufaidah

Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami status gizi buruk. Yang lebih memprihatinkan, penderita gizi buruk ini adalah anak-anak usia dini yang sedang berada pada masa perkembangan. Keadaan ini setidaknya telah berlangsung selama kurang lebih 2 dasawarsa. National Socio-Economic Survey (Susenas) mencatat, pada tahun 1989 lebih dari empat juta anak-anak di bawah usia dua tahun menderita gizi buruk.

Di tahun 1998, lembaga yang sama mencatat sekitar 7,6 juta anak balita mengalami kekurangan gizi akibat kekurangan kalori protein. Angka yang lebih memprihatinkan ditunjukkan oleh United Nations Children’s Fund (UNICEF). Mereka mencatat sekitar 40% balita Indonesia menderita gizi buruk (Sinar Harapan on-line, 25/1/02). Keadaan ini ternyata tidak kunjung teratasi.
Beberapa tahun terakhir, Indonesia kembali dilanda masalah gizi buruk. Tahun 2005, tercatat sedikitnya 22.027 atau sekitar 12,6% balita di Kabupaten Cianjur menderita kurang gizi sekitar 2.411 atau 1,4% di antaranya sudah digolongkan menderita gizi buruk (tempointeraktif, 14/6/05) Tahun 2006, di Solo ditemukan 1.640 balita dikategorikan kekurangan gizi, dan 290 di antaranya digolongkan menderita gizi buruk (tempointeraktif, 29/8/06)
Kondisi ini tentu tidak dapat di-sepele-k¬an, karena status gizi berkonsekuensi langsung pada kecerdasan generasi yang akan meneruskan perjuangan bangsa. Terlebih, kondisi ini terjadi pada usia pembentukan otak. Menurut ahli gizi, 80% proses pembentukan otak berlangsung pada usia 0-2 tahun (Sinar Harapan on-line, 25/1/02). Jika gizi makanan yang dikonsumsi anak pada usia ini tidak memenuhi standar, kecerdasan anak lah yang akan menjadi taruhannya. Hal ini sudah dibuktikan oleh penelitian Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes, pada tahun 2001, sekitar 130-140 juta rakyat Indonesia mengalami penurunan kecerdasan akibat kekurangan zat yodium. Angka ini menyebabkan Indonesia menempati peringkat ke 174 dari 190 negara (gizi.net, 27/11/01)