10.14.2008

Rasa dalam Cinta, Cinta dalam Rasa

Diary online, satu lagi yang akan saya tuliskan di dirimu. Kali ini tentang rasa dalam cinta dan cinta dalam rasa. Apa maksud judul itu? Saya tidak paham betul, tapi tidak mau ambil pusing. Saya menyenanginya, maka saya menulisnya. He he. Semalam (13/10/08), saya sempat ngobrol dengan teman sekasur. Obrolan yang menarik dan mengandung banyak makna. Bagi saya kemudian, obrolan itu perlu direkam karena akan sangat berguna untuk mengerti rasa dalam cinta dan cinta dalam rasa serta berguna untuk memupuk empati kepada sesama manusia.

Obrolan itu dimulai dari curhat-curhat ringan yang tujuan sebenarnya untuk mengatasi masalah besar. Obrolan itu kemudian menjadi dialog menarik. Tema besarnya adalah cinta dan rasa. Saya bertanya pada si kawan tentang bagaimana rasanya ditinggal orangtua. Pertanyaan itu muncul untuk membandingkan rasa dalam cinta di konteks lain. Si kawan bercerita panjang lebar tentang perasaannya. Ketika ditinggal pergi orang yang kita cintai, badan terasa lemas semua. Seperti tidak ada energi untuk menegakkan diri. Si kawan menceritakan ibunya yang kala itu terlihat lemas di depan jenazah sang suami. Untuk menegakkan badan saja sangat sulit. Si kawan melihat ibu yang berusaha menguatkan diri untuk kokoh kala itu dengan mati-matian.

Saya bertanya pada si kawan tentang bagaimana perasaannya kini. Dia mengaku, sampai sekarang kalau lewat rumah sakit tempat ayah dan ibunya dirawat, badannya masih merasa lemas. Tentu juga disertai gerakan hati yang sangat kuat. Dia bercerita (dengan suara serak karena menahan tangis), beberapa minggu setelah kematian sang ayah, seorang teman membawanya lewat jalan samping rumah sakit. Seketika melihat rumah sakit, si kawan spontan lemas. Karena tidak kuatnya dia sempat berkata kasar (misuh) pada si teman. Sampai sekarang si kawan menghindari jalur arah rumah sakit. Kalau mendengar suara ambulan juga demikian. Sampai sekarang dia merasakan getaran di hati karena teringat pada ayah dan ibunya. Meski kadarnya tidak sebesar dulu, rasa itu masih tetap ada.

Apa artinya, kawan? Jadi begitulah rasa dalam cinta dan cinta dalam rasa itu. Luar biasa, sehingga membuat diri kita tidak mampu melihat apapun yang berhubungan dengan kepergiannya. Tetapi, apakah begitu artinya? Ya….mungkin nanti ada perspektif berbeda.


(AR, Mlg, 15 Okt ’08. 01.52)