11.03.2013

Calcutta dan Segala Kebaikannya (2)

Bersyukur di pintu keluar bandara ada seorang bapak yang memegang tulisan nama Any Rufaedah. Dia adalah sopir dari panitia. Saya menyapa Pak Sopir sambil berjalan ke arah parkiran. Herannya Pak Sopir ini diam saja saat saya tanya. Saya pikir awalnya karena tidak bisa berbahasa Inggris. Ternyata dia sedang nginang (mengunyah sirih dan tembakau). Saya baru tahu setelah dia meludahkan kinangannya. India memang terkenal dengan tradisi nginang. Di Indonesia juga banyak dijumpai pada orang tua di Jawa, atau hampir seluruhnya untuk warga Papua. Nginang seperti merokok. Alasannya biasanya untuk menguatkan gigi.
 
Pak Sopir membawa saya ke guest house dekat Universitas Calcutta. Di tengah jalan Bidhisa Mukherjee menelepon untuk menyapa. Bidhisa adalah panitia yang mengurus administrasi keberangkatan saya, mulai dari mengirim undangan sampai ticketing. Dia bekerja di lembaga pengundang. Bidhisa adalah sosok yang tegas. Dia menekuni feminisme. Saat ini sedang menyelesaikan program Ph.D-nya. 

Pemandangan Calcutta satu per satu mulai saya rekam dalam camera HP, mulai dari jalanan, apartemen yang konon sekarang menjadi model pemukiman yang sedang dikembangkan pemerintah, orang-orang yang bersepeda, lalu lintas yang cukup padat dan kurang teratur, pemandangan bus dan angkutan kota, baliho-baliho politik, dan tak lupa iklan-iklan bergambar The King Shahrukh Khan. Cuaca Calcutta saat itu tergolong panas. Namun tak terlalu terasa karena asyiknya menikmati pemandangan baru.

Sekitar 1 jam perjalanan, saya sampai di guest house. Setelah sedikit proses administrasi untuk konfirmasi, salah seorang karyawan mengantarkan saya ke kamar. Suasananya nyaman, tak seperti semrawutnya lalu lintas di luar. Di lantai saya ada 2 orang karyawan yang melayani. Mereka masih muda. Usianya kira-kira 20 tahun. Tentu saja mereka sangat ramah. Kalau sedang bercakap-cakap, mereka sambil menggeleng-gelengkan kepala gaya khas India. 

Sajian makan pertama adalah nasi, roti cane, dan sayur jagungnya. Secara umum saya kurang menyukai masakan India. Baunya terlalu tajam. Tapi saya menyukai kebab yang dijual di jalan. Mungkin karena faktor kebiasaan lidah saja. Makan-makan berikutnya saya hanya memesan kentang dan telor rebus serta jus jeruk. Kalaupun makan makanan India paling hanya roti cane-nya saja.  

Sore harinya, kawan yang saya kontak melalui facebook dengan difasilitasi Mbak Iim, teman di AMAN, datang ke Guest House. Namanya Priyanka Dutta. Usianya 3 tahun lebih muda dari saya. Dia sosok yang cerdas. Pikirannya maju. Tahun 2012 saya ketahui dia mengambil development studies di Inggris, sebuah prestasi yang cukup membuktikan gambaran saya tentangnya. Dalam pertemuan sore itu, kami bercerita banyak hal. Meski belum pernah ketemu sebelumnya, keinginan gadis tomboy ini untuk membantu sangat besar. Dia menanggapi ajakan diskusi saya tentang materi presentasi yang akan saya bawakan besok harinya dengan total. Terjadilah diskusi mendalam sore itu. Sekitar 1 jam berikutnya, Bidhisa datang untuk menyapa dan memastikan saya nyaman. Bidhisa tak kalah ramah meski ketegasannya sangat tampak terlihat. Bidhisa memastikan Priyanka akan banyak menemani saya selama di Calcutta. Yang paling penting, Bidhisa memberi penginapan sampai 5 hari seperti jadwal saya di sana. Padahal penginapan mestinya hanya 3 malam. 

Singkat cerita, Bidhisa pamit, kemudian Priyanka juga. Saya pun istirahat. Malam itu kemudian datang peserta lain dari Myanmar. Dia adalah teman sekamar saya selama 2 malam ini. Besoknya kami berangkat bersama ke Calcutta University dengan dijemput Pak Sopir kampus. Priyanka tidak ketinggalan. Dia datang menemani. Calcutta University adalah universitas tua dan ternama di India. Bangunannya tidak mewah, bahkan terlalu sederhana untuk ukuran universitas besar. Ruangan konferensi kami hanya seperti ruangan kelas, bukan hall besar. Desain acaranya memanglah sebuah diskusi terfokus (FGD). Namun yang datang di situ orang-orang top. Direktur Women’s Studies Research Centre, Prof. Ishita Mukhopadhyay, hadir di tengah-tengah kami diserta seorang professor di bidang kebijakan publik Calcutta University. Pesertanya juga para aktivis perempuan hebat di negaranya, di antaranya Bangladesh, Srilanka, dan India sendiri. Seperti mendapat anugerah besar dan rejeki yang tak ternilai harganya dapat hadir di forum tersebut.
Presentasi berlangsung sekitar pukul 09.30. Secara bergiliran peserta mempresentasikan materinya. Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, topik konferensi adalah “Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Politik dan Pengaruhnya terhadap Pengurangan Kemiskinan”. Sebuah topik kritis yang nyaris belum pernah terdengar selama ini. Saya mendapat giliran terakhir. Yang saya ingat, tidak terasa grogi yang menggejala. Saya menyampaikan saja materi presentasi dengan penuh percaya diri. Slide presentasi saya telah dikritisi dan diperbaiki di sana-sini oleh Mbak Ruby, sehingga saya PD untuk menyampaikannya. Pertanyaan-pertanyaan bisa saya lampaui dengan baik. Melontarkan pernyataan saat diskusi pun bisa saya lakukan. Acara berlangsung sekitar 5 jam. Setelah itu kita ngobrol-ngobrol dan pulang masing-masing. Malam harinya baru Prof. Ishita mengajak kami dinner di sebuah cafĂ© di sebuah mall.

Jakarta, 4 Nopember 2013. 00.19

Bersambung….