6.24.2008

Konstruksi Bahasa dalam Ideologi

Any Rufaidah

Pagi ini ide muncul begitu saja. Kali ini mengenai keterkaitan bahasa dengan ideologi. Ide ini bermula dari sebuah pertanyaan tentang bagaimana struktur bahasa yang benar antara buruh perempuan atau perempuan buruh. Setelah melihat-lihat tulisan-tulisan di internet, ternyata ada dua versi dalam penulisan kedua kata tersebut. Ada yang menggunakan buruh perempuan, dan ada juga yang menggunakan versi kedua.

Analisis kecil-kecilan dan ala kadarnya serta gabungan dari berbagai informasi yang selama ini hanya hilir mudik (tidak benar-benar dipahami) mengantarkan pada sebuah kesimpulan bahwa aktivis perempuan pada umumnya menggunakan kata perempuan buruh. Sedangkan masyarakat pada umumnya lebih menggunakan buruh perempuan. Yang kedua ini lebih bersifat umum. Sudah digunakan pada masa-masa sebelumnya.
Mengapa ada perbedaan penggunaan? Di sana ada perbedaan karena dalam pandangan aktivis perempuan, kata buruh perempuan berkonotasi negatif. Maknanya ”buruhnya perempuan”. Frase itu akan berbahaya ketika subjeknya adalah laki-laki. Buruh laki-laki berarti ”buruhnya laki-laki”. Nah, itu konotasinya sangat negatif bagi perempuan. Yang dimaksud buruhnya laki-laki bisa jadi berarti perempuan.
Kesimpulannya, bahasa sangat berkaitan erat dengan penyebaran sebuah faham. Ia menjadi penunjang yang sangat ampuh dalam penyebaran faham. Tidak hanya pada contoh di atas, pada faham-faham lain kiranya juga terjadi demikian.
(NB: Ide ini sebenarnya sudah pernah dibaca di beberapa buku, tetapi karena kadangkala tidak bisa melihat realitasnya langsung, maka tidak paham. He...he..he).
Semoga ide ini bisa memberi kemanfaatan dalam upaya mencari korelasi antara teks dan konteks. Sehingga apa yang kita baca bisa menjadi analisis atas realitas yang ada. Salam .... (Malang, 25 Juni 2008. 07.06)