Any Rufaedah
Malam
ini, Minggu pukul 22.00, saya hanya ingin menghabiskan waktu untuk baca-baca
buku ringan. Urusan pekerjaan biarlah besok saja. Singkat kata, saya memutuskan
membaca sebuah buku berjudul Dari
Katabelece Sampai Kakus: Kumpulan Kolom Bahasa Kompas. Buku ini terbitan
tahun 2003 dan saya beli pada 2 Desember 2006 di Pameran Buku Gramedia, Malang.
Dari buku ini saya berharap mendapat inspirasi untuk menambah bahan naskah yang
sedang saya tulis. Saya teringat pada Catatan
Pinggir Goenawan Mohamad. Menurut saya menjadi berbobot karena banyak hal besar
di dalamnya, yang didapat dari hasil membaca, objek yang dilihat, atau
pengalaman yang dirasakan langsung. Dari sisi ide, Catatan Pinggir sebetulnya bukanlah ide yang utuh, yang mengupas
sebuah masalah dan menghadirkan solusi. Namun, ia digandrungi oleh banyak
pembaca. Mungkin karena penulisnya, mungkin karena kampanyenya, atau mungkin
karena hal-hal besar yang terdapat di dalamnya.
Di
dalam Dari Katabelece Sampai Kakus:
Kumpulan Kolom Bahasa Kompas, terdapat sebuah ulasan tentang Buloggate dan Bruneigate, tentu saja
ulasan dari sisi kebahasaan karena buku ini adalah kumpulan kolom bahasa. Penulisnya
adalah Sunaryono Basuki KS, guru besar Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Universitas Negeri Singaraja, penulis novel, puisi, dan penerjemah. Tema itu
menarik bagi saya. Mengapa? Karena terkoneksi dengan Gus Dur. Sekiranya bisa
dipahami, sebagai anak muda NU, apa yang terkoneksi dengan Gus Dur selalu menarik.
Dan ada sedikit keinginan untuk ‘mempermalukan’ orang-orang yang menuding Gus
Dur terlibat dalam Buloggate dan Bruneigate dari sisi bahasa. Jika dari sisi
bahasa penggunaan kata itu sudah salah, maka bertambah malu lah orang-orang
yang menuding.
Menurut
kaidah bahasa Indonesia, Buloggate
dan Bruneigate tidak memiliki dasar
kebahasaan. Asal pembentukan katanya tidak ada. Jika diterjemahkan secara
harafiah, Buloggate berarti “pintu
Bulog”. Kata itu tidak menunjukkan adanya makna skandal atau kasus. Lalu dari
mana asalnya sehingga Buloggate dan Bruneigate oleh masyarakat luas diartikan
sebagai skandal Bulog dan skandal Brunei? Sunaryono berasumsi kedua kata
dikaitkan dengan ‘Skandal Watergate’ yang pernah terjadi di Amerika Serikat
antara tahun 1972-1974 yang menyebabkan impeachment
terhadap Presiden Richard Nixon.
Skandal
Watergate merupakan peristiwa besar dalam sejarah pemerintahan Amerika Serikat.
Kasusnya dimulai dari pembobolan Kantor Partai Demokrat di kompleks Watergate,
Washington D.C oleh sejumlah orang, di antaranya untuk memasang alat penyadap. Peristiwa
itu berlangsung saat kampanye pemilihan presiden. Pada mulanya tidak ada
pengaruhnya terhadap Nixon. Ia berhasil terpilih sebagai presiden untuk kedua
kalinya. Namun atas kecurigaan hakim yang menangani pembobol Watergate, John
Sirica, dan khalayak mengenai keterlibatan Nixon dan sejumlah pejabat Gedung
Putih, kasus itu diselidiki lebih lanjut. Nixon mendapat tekanan dari
pengadilan dan publik untuk menyerahkan rekaman pembicaraannya terkait skandal
Watergate. Hasilnya membuktikan bahwa Nixon dan sejumlah pejabat Gedung Putih
terlibat dalam skandal Watergate. Nixon juga terbukti melakukan upaya tutup
mulut secara besar-besaran. Atas keterlibatannya, Nixon di-impeachment pada 27 Juli 1974 dan akhirnya mengundurkan diri pada 8
Agustus 1974. Karena begitu lekatnya peristiwa Watergate dengan skandal,
kemudian hanya disebut ‘watergate’, tanpa kata skandal. Kata itu masuk dalam
kamus The American Heritage Dictionary
edisi tahun 1985 yang berarti skandal yang melibatkan pejabat dan melanggar
kepercayaan publik.
Dilihat
dari perpaduan katanya, “Watergate” terdiri dari kata water dan gate. Namun penyebutannya
tidak bisa dipisahkan karena merujuk pada sebuah tempat. Apabila kedua kata itu
hanya disebut salah satunya, maka tidak dapat dipahami sebagai nama sebuah
tempat. Misalnya kita menyebut ‘water’ saja, artinya bukan lagi merujuk sebuah
tempat. Di Jakarta misalnya kita temukan nama “Pasar Minggu”. Nama itu terdiri
dari dua kata, namun tidak bisa hanya disebut salah satunya untuk menunjuk
daerah Pasar Minggu. Dari sini terlihat bahwa penggunaan kata Buloggate dan
Bruneigate tidak menemukan logika tata bahasa. Tidak ada tempat atau objek yang
bernama Buloggate dan Bruneigate di Indonesia. Apabila kata gate diambil dari kata Watergate untuk
menggambarkan dahsyatnya skandal, dari segi kaidah bahasa tidak benar. Yang lebih
tepat adalah istilah Bulog Watergate
atau Bulgate sebagai singkatannya. Namun,
istilah Buloggate dan Bruneigate sudah terlanjur dipahami sebagai
skandal Bulog dan skandal Brunei. Masyarakat tidak sempat mencari kaidah
pembentukan istilah. Itulah luar biasanya media massa.
Salemba
Tengah,
4
Pebruari 2013. 2.27.
2 comments:
iya mba baru sadar saya kalau buloggate dan bruneigate itu sebenernya tidak ada dalam tata bahasa.Tapi khalayak sudah kadung memahami itu sebagai skandal besar. Kita-kita inilah yang harus menyuarakan hal ini.
Kita baru sadar bahwa kata-kata itu salah dalam tata bahasa. tapi sudah kadung khalayak banyak memahamai hal itu adalah skandal besar yang dilakukan oleh sang maha Guru kita. Kita-kita ini harus Menyuarakan tentang ini Mba.
Post a Comment