10.05.2009

Psikologi


Saya sebut tulisan ini dan tulisan-tulisan berikutnya yang terkait psikologi sebagai tulisan seri psikologi. Tulisan ini sengaja saya buat untuk me-refresh pelajaran psikologi. Saya memulai dengan pengertian psikologi.Banyak orang yang menyebut psikologi sebagai ilmu jiwa. Pengertian ini muncul dari arti harfiah psikologi itu sendiri: psyche dan logos. Dalam bahasa Inggris, psyche berarti soul, mind, atau spirit. Dalam bahasa Indonesia ketiga kata itu dapat dicakup dalam satu kata: jiwa (Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), hlm. 4). Sedangkan pengertian logos kiranya sudah sangat dipahami. Dari arti harfiah tersebut psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa.


Di Indonesia, pengertian ini diperdebatkan. Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan. Pertama, karena persoalan semantik. Jiwa sulit dipisahkan dari kata-kata lain yang mirip, misalnya, nyawa, sukma, batin, dan roh. Akan ada perdebatan terus-menerus jika psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Kedua, karena persoalan scientific. Dalam kajian Sarlito W. Sarwono, sejak psikologi diakui sebagai ilmu pengetahuan, yang terpisah dari filsafat (sejak 1879), muncul kesulitan. Pasalnya, objek ilmu pengetahuan harus nyata. Sementara untuk membuktikan adanya jiwa sebagai sesuatu yang nyata adalah tidak mungkin. Tuntutan scientific membuat para sarjana psikologi mengartikan psikologi sebagai ilmu yang sama dengan karakterologi (ilmu tentang karakter) atau tipologi (ilmu tentang berbagai tipe atau jenis manusia berdasarkan karakternya) (Ibid., hlm. 5).

Pengertian lain mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan (ekspresi kejiwaan) yang tampak melalui raga atau badan. Masalah yang muncul dari definisi adalah: ekspresi yang ditampakkan seseorang tidak selalu menjadi representasi apa yang dirasakan. Dalam istilah sehari-hari kita mengenal tangis bahagia. Itulah contohnya. Artinya, menangis tidak selalu menunjukkan kesedihan. Namun, dalam kajian Sarlito, definisi di atas mendapat pembenaran: Toh kita bisa membedakan mana tangis bahagia, senyum malu, dan senyum ramah. Ekpresi-ekspresi itu akan dapat dipahami karena kita tidak melihat seseorang dari ekspresi yang tampak semata, melainkan dari seluruh tingkah laku seseorang. Berdasarkan argumentasi ini psikologi mendapat definisi yang baru: ilmu tentang tingkah laku (Ibid., hlm. 6-7).

Pengertian ini yang tampaknya dipegang oleh para sarjana dan akademisi psikologi saat ini. General Psychology menulis: More recently, most psychology textbooks have come full circle, and now psychology is most typically defined as the science of behavior and mental processes (Frederick L. Coolidge, Psychology: A Paradigmatic Approach, Second Edition, (Massachusetts: Pearson Custom Publishing, Tanpa Tahun), hlm. 1). Pengertian terakhir mencantumkan proses mental sebagai objek kajian psikologi. Artinya, psikologi juga mempelajari ilmu faal.

Any Rufaidah, Depok, 27 September 2009

No comments: